Jangan Menulis Puisi Bisu
Nova, selamat atas terbitnya buku ini. Kepada Jaker saya sampaikan kegembiraan saya, karena lembaga ini yang pernah seperti akar dijepit batu, sekarang sudah menunjukkan kiprah keberadaannya melalui beberapa kegiatan diskusi dan penerbitan. Saya harap semakin banyak teman-teman muda yang mau nimbrung atau bergabung.
Dalam kesempatan ini saya tidak mengkritisi puisi-puisi Nova, tetapi menikmatinya untuk menyerap dan memperoleh pencerahan.
Kritisi saya sudah dipampang di sampul belakang bukunya.
Menurut saya, puisi yang baik adalah puisi yang bisa dinikmati dan memberikan pencerahan.
Puisi sebagai sebuah kumpulan kata, harus mampu mengorganisasi dirinya agar makna setiap kata dapat mengungkapkan / mempresentasikan dirinya untuk dipahami oleh pembaca dan kemanusiaan, walaupun puisi merupakan hasil kreasi individu yang berdasarkan sudut pandang subyektif, puisi seharusnya bisa mengungkapkan nilai-nilai universal.
Hasil akhir sebuah puisi harus mampu mengedepankan obyektivitas (relaitif) atau esensi yang tersembunyikan di bawah sadar irama. Puisi pengungkapan mikro dan individual tetapi harus mampu merepresntasikan nilai-nilai makro yang universal dan berperspektif ke kemanusiaan. Sebab penyair dan pembaca adalah manusia, yang terjaring saling menghidupi dengan manusia lainnya dalam berbagai kondisi dan tujuan.
Puisi menurut saya tidak lengkap kalau hanya bisa dirasakan saja. Bahwa puisi pertama-tama menyentuh perasaan / emosi seperti halnya karya seni lainnya, itu benar. Tapi dari getar rasa yang dibangkitkan oleh makna kata dan irama, ia akan menjalar ke kesadaran rasio.
Pembaca akan memperoleh kenikmatan dan pemahaman yang berakhir pada pencerahan.
Orang bisu yang cerdas dan cekatan dia tidak menjadikan kebisuannya sebagai hambatan untuk dipahami, bahkan orang bisu tersebut mampu memberikan pencerahan.
Tetapi kalau puisi bisu, ia hanya dimengerti dan dinikmati oleh penulisnya (mungkin juga tidak) dan selebihnya ia memperdaya pembaca dengan kebisuannya untuk diposisikan sebagai puisi maha hebat, saking hebatnya sampai tidak ada orang yang bisa memahaminya. Puisi semacam ini saya sarankan untuk disimpan di dalam lacinya, sebab ini salah satu perangkap pembodohan.
Kata dalam sebuah puisi adalah pertikel / komponen yang paling halus dan hakiki.
Supaya partikel yang paling halus ini bisa bermakna dan merepresentasikan maknanya, maka ia memerlukan saling dukung dengan sesama kata, kata demi kata mengorganisasikan dirinya sehingga terwujud kesatuan puisi. Puisi harus dipahami sebagai sebuah kesatuan tema, pesan, lambang,kiasan, dan irama. Memahami puisi berarti memahami keutuhannya, menikmati puisi berarti menikmati sebuah organisasi kata, mendapatkan pencerahan dari puisi, berarti puisi tersebut mampu mengedepankan ide, paradigma dan sikap maupun pilihan.
Bagaiman dengan puisi-puisi Nova, silahkan dikritisi apakah Nova menulis puisi-puisi bisu, atau puisi yang berteriak sehingga gemanya memantul ke dinding-dinding hati pembacanya.
Saya menunggu tulisan sastra Nova berikutnya.
***
Putu Oka Sukanta.
Disampaikan dalam Launching Buku ”Burung Burung Bersayap Air”
Karya Dewi Nova di PDS HB Jassin – TIM Jakarta, 25 November 2010.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment