Segera Terbit Buku Ke-6 Jaker
IBU, MAAF AKU NAKAL
Yanti Irawan
Cetakan I, Februari 2010
Diterbitkan oleh
Jaringan Kerja Kebudayaan Rakyat (JAKER)
Jln Tebet Dalam II G no. 1 Tebet Jakarta 12810
Telp/Fax. 021 835 45 13
pp.jaker@yahoo.com | http://jakker.blogspot.com
Cover Image
Aksi Buruh, Dokumentasi Koran Pembebasan
Layout
Jopi Ling
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Yanti Irawan
Ibu, Maaf Aku Nakal
Jakarta: JAKER, 2010
xiii + 78 halaman, 12 x 19.5 cm
Distributor
Penyalur dan Penerbit Buku Nalar
Jln Damai C-8, Komplek Kompas
Petukangan Selatan Jakarta 12270
Telp. 021 736 20 70 Fax. 021 73 883 103
Email: penyalur.nalar@gmail.com
ISBN 978-979-18950-5-7
---
Pengantar Penerbit
Puisi, sebagai halnya varian seni yang lain, bisa
menjadi alat/media untuk mencatat kejadian,
pengalaman, membekukan sebuah peristiwa yang
dialami seseorang, sekaligus juga sebagai ekspresi
perjuangan, melengkapi metode lain yang telah
dilakukan; protes, aksi massa, vergadering dan
sebagainya.
Contoh saat situasi represif jaman kediktatoran orde
baru Soeharto, saat semua ekspresi seni, ekspresi
politik (di luar kehendak penguasa) direpresi-dibungkam,
maka puisi bisa jadi saluran lain yang
cukup efektif sebagai alat, sebagai corong suara
ketidakadilan yang ada saat itu. Dan Wiji Thukul
adalah salah satu pelakunya, karya - karya Thukul
bisa begitu menakutkan dan sanggup membuat
“gemetar” penguasa orde baru saat itu, hingga
penguasa perlu membungkam Wiji Thukul.
Demikian pula halnya dengan puisi puisi Yanti
Irawan yang terangkum dalam buku yang sedang
anda baca ini, dia sadar betul bahwa ekspresi
berpuisi adalah salah satu cara melampiaskan rindu
dendamnya pada Ibu yang terpisah jarak ribuan mil
jauhnya, kenangan akan Bapak yang banyak
mengajarkan nilai nilai baik kehidupan, juga
kejadian - kejadian seputar kehidupan seorang
Yanti; soal teman, keluarga, pekerjaan, suami,
pernikahan, pengalaman perjalanan singgahnya ke
kota kota di nusantara - di dunia, dan aktivitasnya di
serikat buruh. Yanti demikian apik mencatat
pengalaman cintanya yang menggetarkan:
indah benar cinta ini/hingga membawaku ke sini/
hentakannya mengguncang dada/terus membuat
tubuhku bergetar/dan sejuk akhirnya/seperti embun di
luar jendela kaca/berlompatan di antara dahan
cemara/terus bergulir menyentuh hati kita
kabut malam melilit/udara dinginnya terus mengoda/
membuat kita terbang tinggi/di atas hamparan daun teh ini
aku tak akan perduli/sekalipun sayap kupu-kupu itu
mengganggu/menyelusup di antara jemari kita/
aku tetap ingin lalui/malam dingin ini bersamamu.
(puisi “Untuk Bapaknya Ada”, Puncak, 2003)
Atau menghadirkan kontradiksi kenyataaan lewat
puisinya yang berjudul “Kawanku Mati Tertembak” :
.... /maka/kagum yang tak terhingga/ketika menyaksikan
Bapak/membersihkan dan membuat kilap senjata
genggamnya/aku sering ikutan menghitung pelurunya/
bapakku sering kali menjelaskan:
senjata ini tak berbahaya/ini hanya untuk
mempertahankan negara dan rakyat/dari serangan
musuh yang akan melahap kedaulatan negara/
puluhan tahun kemudian/ketika Bapak sudah
pensiun/aku dapat berita/ketika kawanku mahasiswa
mati tertembak/entah oleh siapa/hari itu keadaan sangat
kacau/bahkan akupun terkurung dalam gedung
tempatku bekerja/tiga hari tak dapat pulang ke
rumah/bingung dan tak tau buat apa/akhirnya
kuputuskan berlari dan bergabung di Sudirman/
rakyat ternyata mulai bergerak/reformasi
/ku telpon Bapak/“Pak, senjata telah membunuh
rakyatnya…”/suara Bapak hanya sayup-sayup
terdengar/“Tapi itu bukan aku!”
(puisi “Kawanku Mati Tertembak”, Jakarta, 1998)
Yanti seperti memberi garansi pada kita semua,
bahwa ia bolehlah jadi contoh bagaimana fase hidup
seorang aktivis tidak mudah terhenti oleh usia,
pernikahan, kehadiran anak dan guncangan
guncangan hidup.
Lengkapnya lagi anda bisa membaca utuh buku ini,
hingga menemukan sosok Yanti yang lengkap,
berikut cita cita mulianya pada kehidupan.
Selamat membaca.
Jakarta, Februari 2010
Penerbit Jaker.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment