SALVADOR ALLENDE



Sosialismelah Jalan untuk Menyejahterakan Rakyat


Oleh Thamrin Ananda | Diambil dari Koran Pembebasan [PRD]

Salvador Allende tak bisa dipisahkan dari pasang-surut perjuangan revolusioner rakyat Chili. Mulanya, tak ada yang meragukan dan bangga akan kemenangan partai kiri di benua Amerika ini dengan metode sosialisme jalan damai lewat parlementer. Sayang, kaum revolusioner Chili tak belajar pada jalan damai parlementer Partai Komunis Indonesia yang berakhir tragis: ratusan ribu aktivisnya dibantai kaum reaksioner tanpa perlawanan yang berarti persis seperti ternak yang digiring ke ladang pembantaian.
Chili, negara yang terletak di sebelah selatan Amerika Serikat ini dan kaum revolusionernya termasuk Allende sendiri menjadi cerita sedih dan penuh sesal bagi kalangan pejuang revolusioner di manapun. Tragis seperti drama-drama Yunani: Allende adalah presiden pertama yang berhaluan marxis yang dipilih secara demokratis dan matinya sangat tragis. Setelah pemerintahan revolusioner yang singkat Allende jatuh, Chili dikuasai militer. Pendukung Allende: orang-orang kiri ditangkap, dikumpulkan di sebuah stadion, dieksekusi. Jumlahnya sangat besar yakni 20% dari penduduk Chili sendiri yang waktu itu berjumlah 10 juta.
Kekalahan ini karena tak ada ketegasan dengan kekuatan sisa lama terutama dengan institusi militer. Pemerintah Allende sendiri masih terus saja dengan keyakinan demokratis formal: berkompromi dengan para jendral dan tak bersegera membubarkan tentara reguler tersebut dan menggantinya dengan tentara buruh. Justru sebaliknya Allende melucuti buruh yang sudah bersenjata. Akibatnya, kelas buruh merasa tidak mempunyai partai revolusioner yang independen dan kaum buruh pun bingung seperti lumpuh di hadapan ancaman militer. Di samping itu kaum klas pekerja Chili pun kurang mempersiapkan organisasi demokratik mereka. Karenanya, sekalipun Allende mencapai satu kemenangan dalam pemilu, kemenangan itu tidak akan membawa perubahan mendasar apapun dalam struktur aparatus Negara. Juga, kelas penguasa Chili dan kekuatan imperialis tidak akan dapat diusir begitu saja dari negeri itu dengan aksi-aksi Rakyat semata.
Ironisnya sandi penghancuran gerakan revolusi Chili sendiri bernama The Jakarta Operation yang mengisyaratkan kerja CIA yang berhasil menumpas kaum revolusioner Indonesia. Militer Chili sendiri mengakui bahwa model yang dilakukan itu adalah model Indonesia. Mereka ini dilatih di Pentagon Amerika. Dalam kurikulumnya, dikatakan bahwa Indonesia adalah negara yang sukses menghancurkan diktator kiri, dalam hal ini Sukarno melalui tangan militer pada tahun 1965. Karena itu, waktu Pinochet mau melakukan kudeta itu memakai sandi Operacion Jakarta: operasi Jakarta. Sebelum 11 September 1973 itu, di tembok-tembok di Chili, mereka menuliskan sebuah slogan besar: operasi Jakarta sedang mendatang; awas dengan operasi Jakarta. Dalam hal ini memang ada hubungan dekat dalam hal ide: hubungan intelektual antara Operasi Jakarta dengan tahun 1965. Ada kudeta, tapi kudeta di Chili lebih berdarah sedang Sukarno kudetanya lebih evolusioner.

Dilahirkan di Valparaíso, Chile, pada tanggal 26 Juli 1908 dari keluarga kelas menengah yang cukup mapan. Sebagai mahasiswa Universitas Chili, ia mulai terlibat dalam politik radikal, mendukung ide-ide marxisme. Ia pernah dua kali ditangkap karena aktivitas politiknya, dan karenanya, diskors dari kampusnya. Setelah selesai kuliah kedokteran, ia terlibat mendirikan Partai Sosialis Chilie pada tahun 1933, dan kemudian terpilih sebagai anggota majels rendah pada tahun 1937, di mana ia mulai membangun reputasinya sebagai seorang yang diandalkan oleh kaum miskin. Dia terpilih menjadi menteri kesehatan mulai tahun 1939 sampai 1942, dan secara khusus memberikan perhatian pada penyebab-penyebab masalah kesehatan. Kemudian pada tahun 1942 Allende menjadi pimpinan Partai Sosialis, dan terpilih menjadi anggota senat pada tahun 1945.

Allende pernah berjuang untuk menjadi presiden pada tahun 1952, 1958, dan 1964, namun menemui kegagalan. Periode tersebut adalah masa-masa meningkatnya tekanan terhadap perubahan ekonomi dan politik Chilie. Sampai akhirnya Ia berhasil terpilih sebagai Presiden pada tahun 1970 melalui pemilu yang demokratis dan jurdil, dibawah bendera sebuah partai aliansi United Popular. Peristiwa ini menunjukkan bagaimana rakyat Chili di bawah pimpinan Partai Sosialis Allende berhasil mendapat kekuasaan lewat jalan damai. Allende pun tidak pernah menyembunyikan bahwa ia berhaluan Kiri-Marxis. Begitu berkuasa, ia mulai menjalankan pemikirannya: transisi demokrasi ke arah sosialisme, melalui Jalan Chili atau Via Chilena.

Program mendesaknya yaitu mencabut hukuman mati, mengakui semua parpol, land-reform dan nasionalisasi terhadap perusahaan-perusahaan besar, perbankan, pertambangan, telepon dan industri Amerika di Chili dan pemberian aset pada ekonomi kerakyatan. Tindakan ini tentu saja mengganggu kepentingan perusahaan-perusahaan Amerika Serikat. Amerika Serikat pun mulai takut kalau nanti Chili menjadi negara komunis yang pertama secara demokratis terlebih bila Chili menjadi model bagi negara lain bagaimana partai komunis mampu mengalahkan kekuatan-kekuatan kanan secara demokratis. Amerika Serikatpun berusaha menggulingkan pemerintahan Allende.

11 September 1973, Jenderal Augusto Pinochet komandan angkatan laut Chili dalam nama OPERACION JAKARTA DI SANTIAGO DE CILE, dengan dukungan Amerika menggerakkan militer Chili melakukan kudeta terhadap pemerintahan Salvador Allende yang terpilih melalui pemilu yang demokratis. Amerika melalui CIA mulai memproduksi pamflet, poster, dan dokumen palsu mengenai rencana jahat Allende untuk membangun komunisme. Di bawah pengendalian Deputi Direktur Operasi CIA, William Colby, yang sebelumnya sukses menjatuhkan Presiden Soekarno, CIA mulai melancarkan perang propaganda untuk mendiskreditkan Allende. Kemudian, seperti biasa, muncul foto kuburan massal di bawah judul korban kekejian diktator komunis Allende.
Di tahun 1973 juga , di bawah nama sandi "Jakarta" terjadi pembunuhan seorang jenderal oleh pasukan yang sudah mendapat pelatihan dari CIA. Pembunuhan ini karena menolak tawaran melakukan kudeta. Tetapi, mesin-mesin propaganda CIA meniupkannya sebagai korban keganasan komunis diktator Allende.

Memasuki tahun 1970-an Chili sesungguhnya adalah negara paling demokratis di Amerika Selatan. Jauh lebih maju dari negara-negara tetangganya seperti Argentina dan Brazil. Sebagai layaknya negara demokratis, angkatan bersenjatanyapun adalah alat negara yang tugasnya melayani kebutuhan negara, dan tidak punya wewenang politik. Chili di tangan Pinochet pun berubah menjadi genangan darah kaum revousioner tak ubahnya seperti Indonesia di bawah Orde Baru, Soeharto.
Pengalaman rakyat Chili ini pun menjadi pelajaran bahwa sekali lagi : kaum reaksioner, kaum kapitalis, takkan rela menyerahkan kekuasaan kepada rakyat dengan cuma-cuma. Rakyat Indonesia sendiri sejak tahun 50-an awal, di bawah pimpinan partai revolusionernya, untuk memenangkan sosialisme: kekuasaan ada di tangan Rakyat, juga menempuh jalan damai parlementer. Hasilnya adalah jutaan bangkai untuk tegaknya pemerintahan baru militeristik-kapitalistik : Orde Baru.

Namun, saat ini barangkali Allende lebih bernasib baik di bandingkan Soekarno. Di Chili namanya bukan saja dinetralisir, tapi sudah dianggap sebagai presiden yang ideal dan bagus layaknya seorang santo. Ia pun dianggap pahlawan. Sementara Soekarno masih dianggap sebagai pesakitan politik.***
_____________________________________________
Penulis adalah Sekretaris Jendral Organisasi
Front Perlawanan Demokratik Rakyat Aceh (FPDRA)

No comments: